Pages

Cari Blog Ini

Ads 468x60px

Labels

Sample text

selembut angin menyapa dedaunan, seindah pelangi menghias angkasa, mari berbagi dengan hati

Sabtu, 23 Juni 2012

the great women


Perempuan karier dalam perspektif islam

                Kalau menjadi kepala negara saja telah dibolehkan, maka dalam bidang-bidang yang lebih ringan tentu tidak ada masalah, misalnya kerja di luar rumah bagi perempuan karier. Di sini kita perlu kembali kepada prinsip pertama yang dijelaskan Al-qur’an bahwa dalam islam tidak ada perbedaan hak mendapatkan pekerjaan bagi laki-laki dan perempuan, tanpa terikat satu tempat (di dalam atau di luar rumah). Hanya saja dalam prosesnya tentu ada ketentuan penyesuaian dengan status dan kemamuannya. Al-qur’an mengisahkan tentang dua anak gadis Nabi Suaib yang bekerja di luar rumah sebagai gembala ternak milik ayahnya. Di sini al-qur’an memberikan contoh hak perempuan untuk bekerja di luar rumah, sesuai dengan status dan kondisi  yang ada.  
            Dalam kondisi yang mengancam seperti itu, anak (laki-laki maupun perempuan) berkewajiban membantu ayahnya yang sudah tidak mampu bekerja. Jadi ada kondisi tertentu yang menyebabkan dia harus bekerja di luar rumah, misalnya karena membantu orangtua. Dan seandainya dia hanya punya anak perempuan, maka anak perempuan tadi yang wajib bekerja untuk menghidupi orangtuanya. Hukum ini tidak pernah berubah sejak zaman Nabi Musa sampai sekarang. Telah menjadi tanggung jawab perempuan bekerja di luar rumah ketika keadaan menuntut.
            Mari kita coba membandingkan kondisi perempuan bekerja di luar rumah antara islam dengan di barat. Pada umumnya masyarakat di barat memperkerjakan perempuan di luar rumah tangga, bukan berangkat dari prinsip-prinsip ajaran agama kristen, Yahudi dan lain-lain, tapi semata karena terpaksa, sebab hukum barat yang telah berlaku mantab, bahkan telah menjadi budaya itu menetapkan batas hubungan antara orangtua dengan anak hanya sampai masa dewasa. Begitu anak dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, maka dia harus meninggalkan rumah orangtuanya (mandiri). Akibatnya mereka terpaksa bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri.
            Sedangkan di masyarakat islam tidak begitu. Islam menetapkan sejak lahir sampai umur tertentu anak (termasuk perempuan) akan berstatus sebagai anak. Apabila sebelum dewasa dia telah kehilangan ayah dan ibunya, maka merea akan segera berstatus sebagai saudara perempuan dari seorang laki-laki. Dengan demikian tetap ada penjaminya, karen ayah dengan saudara laki-laki itu sebagai walinya berkewajiban  menjamin kehidupan perempuan itu tanpa batasan umur, selama dia belum bersuami. Apabila prinsip islam tadi dilaksanakan, maka tidak akan ada perempuan yang terlantar.
            Di sini kita mendapatkan penegasan bahwa perempuan dibenarkan dalam islam untuk bekerja di luar rumah, asal jelas motivasinya. Kalau kita hendak bicara masalah perempuan karier, maka kita bertitik tolak dari prinsip-prinsip tadi. Perempuan boleh meniti karier, baik di bidang kepemimpinan politik, dunia bisnis dan sebagainya, sesuai dengan prinsip tadi dan tentu saja perlu memperhatikan kondisi yang ada. (K.H. Ali Yafie).    
           


0 komentar: