Pages

Cari Blog Ini

Ads 468x60px

Labels

Sample text

selembut angin menyapa dedaunan, seindah pelangi menghias angkasa, mari berbagi dengan hati

Jumat, 16 Desember 2011

tips membuat cerita fiksi

Salah satu yang sering penulis baru lakukan adalah penokohan yang tidak proporsional. Ini berhubungan dengan keterbasan buku sebagai media 1 dimensi. Buku hanya mampu bercerita dengan tulisan dan tidak dengan visual sehingga ketika orang membaca sebuah nama, dia akan berasumsi bahwa tokoh yang diberi nama ini, adalah tokoh penting dalam buku. Sering didapati bahwa penulis bercerita panjang lebar tentang tokoh ’Irwan’ di bab 2, tapi Irwan tidak muncul lagi di bab-bab berikutnya. Intinya jika kita menulis terlalu banyak nama/tokoh, pembaca akan bingung. Untuk itu sebelum menulis, minimal kita harus membuat sebuah matrix penokohan. Tokoh-tokoh utama harus jelas asal-usulnya dan kondisi fisik dan mental mereka. Untuk itu matrix penokohan di bawah akan sangat membantu. Semakin penting peran si tokoh, semakin detil kita harus gambarkan. Semakin gak penting peran dia, kita gak perlu detil-detil amat menggambarkan mereka.
Setelah gua banyak baca, setidaknya gua pribadi mendapati bahwa buku yang tamat gua baca adalah buku-buku yang babak 1-nya singkat dan mampu memperkenalkan masalah dalam bukunya dalam jumlah halaman yang gak terlalu banyak. Tapi ini juga bukan pedoman. Ambil da Vinci Code-nya Dan Brown. Gua mendapati bahwa di akhir setiap bab selalu ada pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita meneruskan membaca ke depannya. Itu bagus. Misterinya berlapis-lapis tapi masing-masing misteri itu gak bertele-tele. 600 halaman tu gak kerasa. Ada novel yang masalahnya hanya muter-muter di situ tapi dikemas dalam 700 halaman seperti the Historian. Itu buku gua tinggal di halaman 600 karena gua gak kuat. Buku itu membutuhkan 250 halaman untuk bilang bahwa tubuhnya drakula mencari kepalanya, yang mana udah bisa gua tebak dari 50 halaman pertama dari 250 halaman itu.
Rgds, Adhitya

0 komentar: